Cerita Hantu Romusha Bukit Soeharto Samarinda
Cerita ini adalah cerita yang pernah dialami oleh Pak Solikan, seorang mantan pekerja kontraktor pembuatan jalan yang menghubungkan kota Balikpapan ke Samarinda, tahun 1975. Ketika itu badan jalan tanah baru saja menembus daerah yang disebut Bukit Suharto. Para pekerja Projakal (Proyek Jalan Kalimantan) umumnya dari Samarinda dan Balikpapan. Mereka tinggal di pos-pos kerja yang dibangun tiap tiga sampai lima kilometer tepi jalan tersebut. Tiap pos dihuni lebih dari dua puluh orang.
Diantara
keremangan yang masih tidak terlalu gelap dari arah depan terlihat
oleh Solikan beberapa orang berjalan menuju arah berlawanan jalan
dengannya. Sejenak Solikan tak merasa curiga apapun. Bahkan dia duduk
pada sebuah batu di pinggir jalan sambil menggiling tembakau rokok
dengan maksud mau merokok dulu.Ternyata orang yang semakin dekat
dengannya berjumlah sepuluh orang. Enam diantaranya memikul peti-peti
besi dengan baju lusuh, bahkan ada yang compang- camping. Sedang empat
orang lainnya berpakaian warna krem koki seragam tentara Jepang,
lengkap dengan senjata dan bayonet terhunus berjalan mengiringi keenam
orang yang membawa peti.
Cerita ini adalah cerita yang pernah dialami oleh Pak Solikan, seorang mantan pekerja kontraktor pembuatan jalan yang menghubungkan kota Balikpapan ke Samarinda, tahun 1975. Ketika itu badan jalan tanah baru saja menembus daerah yang disebut Bukit Suharto. Para pekerja Projakal (Proyek Jalan Kalimantan) umumnya dari Samarinda dan Balikpapan. Mereka tinggal di pos-pos kerja yang dibangun tiap tiga sampai lima kilometer tepi jalan tersebut. Tiap pos dihuni lebih dari dua puluh orang.
Ketika
kami pekerja bisa membuat tembus dari ujung arah Balikpapan dan arah
Samarinda, kami semua merasa gembira. Perusahaan juga melakukan
selamatan di tengah jalan tembus tersebut secara sederhana dan kecil
kecilan, cerita Pak Solikan. Pekerja diistirahatkan sambil memasak
daging Rusa hasil hasil buruan penduduk yang dibeli oleh pihak
perusahaan. Setelah dibacakan doa selamat, pekerja makan sepuasnya
sambil menikmati hari libur yang diliburkan oleh perusahaan selama dua
hari.
Sebelum
bernama Bukit Soeharto, kawasan itu adalah sebuah hutan rimba yang
cukup lebat dengan pohon pohon besar. Karenanya banyak satwa seperti
kijang, pelanduk (kancil), babi bahkan sampai banteng hutan
berkeliaran, walaupun para pekerja berada disekitar mereka. Pada
sore dan malam hari, di hutan itu masih terdengar suara berbagai satwa
malam, seperti suara burung pungguk atau burung hantu. Penduduk
sekitar Samboja ada yang mengingatkan kalau di hutan tersebut, selain
memang banyak satwa liar juga ada daerah daerah angker yang penuh
misteri. Hal ini dibenarkan pula oleh masyarakat Desa Loa Janan yang
berdiam di tepi Sungai Mahakam atau pinggiran daerah Bukit Soeharto
yang ketiika itu dikenal sebagai daerah kilometer empat puluh atau
sekarang - kalau tidak salah - telah menjadi desa yang bernama Batuah.
Daerah-daerah
yang disebut angker tadi bukan hanya karena disana ada beberapa jenis
binatang buas jadi-jadian seperti harimau atau hantu-hantu hutan yang
sering mengganggu jika ada orang yang memasuki hutan tersebut. Tetapi
juga ada hal-hal aneh yang bisa dialami oleh siapapun yang berada
disana. Korbannya
sering ditakut-takuti bahkan ada yang hilang tak pernah ditemukan
walau telah dicari selama berbulan-bulan. Kalau juga ditemukan, si
korban tak jarang dalam keadaan linglung atau setengah gila, bahkan ada
yang mati penasaran. Memang tak pernah ditemukan ada korban yang mati
dengan tercabik cabik akibat binatang buas. Kebanyakan korban ditemukan
dalam keadaan sudah tak mengenal dirinya sendiri.
Para
pekerja jalan pun ada yang menjadi korban, bahkan tewas di hutan
tersebut. Namun korban para pekerja jalan tersebut kebanyakan akibbat
terserang penyakit Malaria Tropika, atau badan bengkak atau penyakit
kuning yang katanya terkena bisa ular hutan. Namun demikian tak satupun
diantara para pekerja mengalami gangguan jiwa atau berhenti karena
takut dengan keadaan alam atau cerita cerita seram tentang hutan-hutan
sepanjang jalan Samarinda dan Balikpapan.Namun
pada suatu ketika ada kejadian aneh yang saya alami, kata Pak Solikan
yang kini telah berusia sekitar 75 tahun dan tinggal di Samboja, ikut
dengan menantunya. Peristiwanya memang aneh, tapi dialaminya secara
sadar. Ketika itu dia telah ditinggalkan oleh teman-teman sekerjanya
pulang lebih dahulu ke pemondokan mereka yang memang tak seberapa jauh
dari tempat kerja. Pak Solikan tertinggal karena membuang hajat di anak
sungai.
Saat selesai dia lalu naik ke jalan poros, menuju kearah pemondokan yang jaraknya kurang lebih dua kilometer. Waktu itu hari sudah agak mulai remang remang gelap sedikit melewati waktu senja. Mungkin waktu itu persis saatnya solat magrib. Namun karena sudah terbiasa, Pak Solikan tak merasakan apa-apa. Apalagi takut. Sering Pak Solikan sebelum pulang terlebih dahulu memeriksa atau memasang jebakan seperti jerat atau lainnya untuk menangkap hewan hutan yang bisa dimakan. Karenanya dia sering pulang malam hari baru sampai ke pemondokan.
Saat selesai dia lalu naik ke jalan poros, menuju kearah pemondokan yang jaraknya kurang lebih dua kilometer. Waktu itu hari sudah agak mulai remang remang gelap sedikit melewati waktu senja. Mungkin waktu itu persis saatnya solat magrib. Namun karena sudah terbiasa, Pak Solikan tak merasakan apa-apa. Apalagi takut. Sering Pak Solikan sebelum pulang terlebih dahulu memeriksa atau memasang jebakan seperti jerat atau lainnya untuk menangkap hewan hutan yang bisa dimakan. Karenanya dia sering pulang malam hari baru sampai ke pemondokan.
Sesampainya
di depan Pak Solikan dua diantara empat tentara Jepang tersebut
berhenti sambil mengarahkan senjatanya ke arah Pak Solikan sambil
berbahasa Jepang yang tak dimengerti Solikan. Si Jepang rupanya paham
kalau Solikan tak memahami maksudnya. Dengan isyarat dia menyuruh
Solikan mengikuti mereka dengan menodong nodongkan senjata yang
dibawanya. Solikan menjadi ketakutan dan mau tidak mau terpaksa
berjalan mengikuti arah yang ditunjuk si Jepang .
Sepanjang
perjalanan Solikan dan rombongan tak ada yang berbicara. Mereka lalu
memasuki hutan yang ada jalan setapaknya. Walau hari gelap mereka terus
berjalan naik turun lembah, hingga pada akhirnya sampai ke suatu tempat
yang agak lapang. Disini mereka berhenti yang lalu diperintah menggali
lubang. Salah seorang dari enam orang yang mengangkut peti berbicara
setengah berbisik pada pak Solikan yang mengatakan kalau mereka orang
orang Jawa yang dijadikan Romusha oleh tentara Jepang. Solikan
bertanya dalam bahasa Jawa, apa yang ada di dalam peti yang mereka
pikul. Oleh orang tadi mengatakan tak tahu. Tetapi mungkin barang
berharga yang akan disembunyikan di dalam tanah. Biasanya Mas, kalau
sudah begini, mungkin kami mati di sini, kata si orang tadi sambil
berbisik.
Lho,
kenapa? tanya Solikan. Kami ini kan saksi yang tahu akan harta yang
dipendam disini, jadi kalau kami masih hidup dan mereka kalah berperang
tentu hanya kamilah yang mengetahui apa yang kami kubur. Untuk tak
terbongkar rahasia ini, biasanya kami dibunuh mereka. Lalu
bagaimana kalian, bisakah kalian menyelamatkan diri? tanya Solikan,
berbisik sambil melirik Jepang yang berjaga dengan senjata yang terarah
kepada para pekerja yang menggali lubang. Tipis rasanya kami bisa
selamat Mas. Tetapi kami juga tidak mau mati sia-sia. Mas lihat saja
nanti jika mereka benar benar membantai kami. Untuk itu jika terjadi
sesuatu, usahakan Mas melarikan diri, sekuat mungkin kami berusaha
melakukan perlawanan, kata si orang Romusha tersebut dengan pandangan
penuh harap.
Kemudian
dia berkata lagi; Mas, jika terjadi sesuatu atas diri kami, tolonglah
Mas ingat tempat ini. Beritahu penduduk dan ambillah kerangka tubuh
kami serta kuburkanlah kami sebagaimana layaknya. Soal harta yang ada
di peti-peti tersebut Mas ambil saja atau terserah pada Mas.Untuk
itu Solikan hanya mengangguk diantara rasa kacau dan bingung dengan
apa yang dialaminya. Ada rasa tidak percaya, tetapi dia dalam keadaan
sadar dan apa yang dihadapinya adalah suatu kenyataan.
Benar
apa yang dikatakan oleh si Romusha. Usai mereka menggali lubang dan
memasukkan peti-peti tersebut ke dalam lubang yang digali, mereka
disuruh tetap di dalam lubang yang kemudian secara serentak keempat
serdadu Jepang tadi menembaki para romusha tersebut berkali-kali.
Terlihat seketika beberapa romusha tersebut terjungkal menggelepar.
Namun diantara Romusha ini ada yang mampu bertahan dan melemparkan
sesuatu yang tak lain adalah sebuah granat tangan kearah orang-orang
Jepang tersebut.
Orang
orang Jepang tak menyadari akan hal itu. Mereka hanya dapat terkesima
sejenak kemudian terjadi ledakan yang membuat keempat orang tentara
Jepang tersebut mengelepar bahkan ada yang juga terjungkal ke dalam
lubang, sedang yang lainnya hancur berkeping ada yang terpisah tangan
dan kepala mereka. Melihat
situasi yang mengerikan tersebut Pak Solikan sesuai pesan Romusha yang
berbicara dengannya, secepat mungkin membuang diri kearah semak dan
berlari sekuat tenaga meninggalkan tempat tersebut. Solikan terus
berlari tak tentu arah sehingga pada suatu tempat dia kehabisan tenaga
dan jatuh pingsan tak sadarkan diri.
Teman-teman
sekerjanya kuatir. Mereka lalu pergi mencari Solikan dan baru
ditemukan di bawah sebatang pohon kayu besar dalam keadaan tak sadar.
Karenanya Solikan lalu digotong dibawa pulang kepemondokan.
Setelah
sadar, Solikan lalu bercerita dengan apa yang dialaminya. Dia dan
kelompok pekerjanya lalu menyusuri jalan-jalan yang diceritakan Solikan.
Namun hingga tengah hari lokasi yang dicari tak ditemukan. Yang jelas
daerahnya benar-benar di daerah pertengahan di sekitar gunung yang
sekarang ada tower Telkom yang dikiri kanannya merupakan lembah
berhutan lebat.
Usaha
pencarian lokasi tersebut kembali diulang oleh Solikan dan beberapa
kawannya setelah jalan sudah selesai dan beraspal, yaitu sekitar tahun
1978. Namun bagaimanapun upaya mencari tempat tersebut tetap saja
sia-sia. Ternyata pengalaman
Solikan ini ada pula yang membenarkan. Katanya mereka pernah melihat
waktu malam hari ada beberapa orang memikul peti dan dikawal oleh
tentara Jepang di jalur jalan Bukit Soeharto. Nah, bagi yang penasaran
silakan mencoba bermalam di Bukit Soeharto. Barangkali bertemu Romusha
dan memberi petunjuk di mana harta karun terpendam.
diambil dalam beberapa sumber http://balikpapanpustaka.blogspot.com