Asal Usul Danau Lipan (Cerita Rakyat Kalimantan Timur)

 
Asal Usul Danau Lipan
 Di kecamatan Muara Kaman kurang lebih 120 km di hulu Tenggarong ibukota Kabupaten Kutai Kartanegara di Kalimantan Timur ada sebuah daerah yang terkenal dengan nama Danau Lipan. Meskipun bernama Danau, daerah tersebut bukanlah danau seperti Danau Jempang dan Semayang. Daerah itu merupakan padang luas yang ditumbuhi semak dan perdu.
Dahulu kala kota Muara Kaman dan sekitarnya merupakan lautan. Tepi lautnya ketika itu ialah di Berubus, kampung Muara Kaman Ulu yang lebih dikenal dengan nama Benua Lawas. Pada masa itu ada sebuah kerajaan yang bandarnya sangat ramai dikunjungi karena terletak di tepi laut.

Terkenallah pada masa itu di kerajaan tersebut seorang putri yang cantik jelita. Sang putri bernama Putri Aji Bedarah Putih. Ia diberi nama demikian tak lain karena bila sang putri ini makan sirih dan menelan air sepahnya maka tampaklah air sirih yang merah itu mengalir melalui kerongkongannya.

Kejelitaan dan keanehan Putri Aji Bedarah Putih ini terdengar pula oleh seorang Raja Cina yang segera berangkat dengan Jung besar beserta bala tentaranya dan berlabuh di laut depan istana Aji Bedarah Putih. Raja Cina pun segera naik ke darat untuk melamar Putri jelita.

Sebelum Raja Cina menyampaikan pinangannya, oleh Sang Putri terlebih dahulu raja itu dijamu dengan santapan bersama. Tapi malang bagi Raja Cina, ia tidak mengetahui bahwa ia tengah diuji oleh Putri yang tidak saja cantik jelita tetapi juga pandai dan bijaksana. Tengah makan dalam jamuan itu, puteri merasa jijik melihat kejorokan bersantap dari si tamu. Raja Cina itu ternyata makan dengan cara menyesap, tidak mempergunakan tangan melainkan langsung dengan mulut seperti anjing.

Betapa jijiknya Putri Aji Bedarah Putih dan ia pun merasa tersinggung, seolah-olah Raja Cina itu tidak menghormati dirinya disamping jelas tidak dapat menyesuaikan diri. Ketika selesai santap dan lamaran Raja Cina diajukan, serta merta Sang Putri menolak dengan penuh murka sambil berkata, "Betapa hinanya seorang putri berjodoh dengan manusia yang cara makannya saja menyesap seperti anjing."

Penghinaan yang luar biasa itu tentu saja membangkitkan kemarahan luar biasa pula pada Raja Cina itu. Sudah lamarannya ditolak mentah-mentah, hinaan pula yang diterima. Karena sangat malu dan murkanya, tak ada jalan lain selain ditebus dengan segala kekerasaan untuk menundukkan Putri Aji Bedarah Putih. Ia pun segera menuju ke jungnya untuk kembali dengan segenap bala tentara yang kuat guna menghancurkan kerajaan dan menawan Putri.

Perang dahsyat pun terjadilah antara bala tentara Cina yang datang bagai gelombang pasang dari laut melawan bala tentara Aji Bedarah Putih.

Ternyata tentara Aji Bedarah Putih tidak dapat menangkis serbuan bala tentara Cina yang mengamuk dengan garangnya. Putri yang menyaksikan jalannya pertempuran yang tak seimbang itu merasa sedih bercampur geram. Ia telah membayangkan bahwa peperangan itu akan dimenangkan oleh tentara Cina. Karena itu timbullah kemurkaannya.

Putri pun segera makan sirih seraya berucap, "Kalau benar aku ini titisan raja sakti, maka jadilah sepah-sepahku ini lipan-lipan yang dapat memusnahkan Raja Cina beserta seluruh bala tentaranya." Selesai berkata demikian, disemburkannyalah sepah dari mulutnya ke arah peperangan yang tengah berkecamuk itu. Dengan sekejap mata sepah sirih putri tadi berubah menjadi beribu-ribu ekor lipan yang besar-besar, lalu dengan bengisnya menyerang bala tentara Cina yang sedang mengamuk.

Bala tentara Cina yang berperang dengan gagah perkasa itu satu demi satu dibinasakan. Tentara yang mengetahui serangan lipan yang tak terlawan itu, segera lari lintang-pukang ke jungnya. Demikian pula sang Raja. Mereka bermaksud akan segera meninggalkan Muara Kaman dengan lipannya yang dahsyat itu, tetapi ternyata mereka tidak diberi kesempatan oleh lipan-lipan itu untuk meninggalkan Muara Kaman hidup-hidup. Karena lipan-lipan itu telah diucap untuk membinasakan Raja dan bala tentara Cina, maka dengan bergelombang mereka menyerbu terus sampai ke Jung Cina. Raja dan segenap bala tentara Cina tak dapat berkisar ke mana pun lagi dan akhirnya mereka musnah semuanya. Jung mereka ditenggelamkan juga.

Sementara itu Aji Bedarah Putih segera hilang dengan gaib, entah kemana dan bersamaan dengan gaibnya putri, maka gaib pulalah Sumur Air Berani, sebagai kekuatan tenaga sakti kerajaan itu. Tempat Jung Raja Cina yang tenggelam dan lautnya yang kemudian mendangkal menjadi suatu daratan dengan padang luas itulah yang kemudian disebut hingga sekarang dengan nama Danau Lipan.


(Disadur dari Masdari Ahmad, Kumpulan Cerita Rakyat Kutai, Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Jakarta 1979)
Diperoleh dari "http://www.budaya-indonesia.org/iaci/Asal_Usul_Danau_Lipan"
 

Pantai Ambalat Balikpapan

Wisata Pantai Ambalat Kalimantan Timur

Pantai Ambalat
Bukan hanya nama kawasan perairan di utara Kalimantan yang dipersengketakan Indonesia dan Malaysia. Di Kecamatan Samboja, Kukar, juga terdapat tempat rekreasi yang cukup mengasyikkan yang bernama Pantai Ambalat. Inilah salah satu destinasi wisata alam selain di Pantai Tanah Merah. Sebagai tempat rekreasi wisata alam pantai. 

Keberadaan Ambalat di Dusun Selok Batu, RT IV Kelurahan Amborawang Laut Samboja memang belum banyak dilirik wisatawan lokal. Ini disebabkan lokasinya yang terpencil atau sekitar 7 kilometer dari poros Jalan Samboja-Teritip di Balikpapan. Di samping itu, Pantai Ambalat masih dikelola secara sederhana. Di mana, saat ini ditangani Lembaga Pemberdayaan Masyarakat (LPM) Kelurahan Amborawang Laut. Dibanding Pantai Tanah Merah di kecamatan yang sama, 


Ambalat memiliki pesona dan kekhasan tersendiri. Kekhasannya itu adalah jika wisatawan mengunjungi Ambalat, maka pilihannya harus bermalam di lokasi itu. Sebab, hanya dengan bermalam di Ambalat, wisatawan akan merasakan sensasi pantai, khususnya panorama laut Selat Makassar pada malam hari. Terlebih jika pengunjung yang tempat tinggal sehari-harinya jauh dari pantai, maka sangat pas menyaksikan keunikan alam pantai dan laut Ambalat pada malam hari. Mereka bisa merasakan desiran angin laut dan suara gulungan ombak menuju pantai. Untuk bermalam, fasilitas akomodasi pun tersedia berupa 8 unit rumah pantai atau vila milik warga setempat. Bangunan tersebut ada yang permanen dan semipermanen. Seorang pemilik rumah pantai bernama Ardiansyah saat ditemui Sabtu (22/12) lalu, mengatakan setiap rumah yang disewakan dilengkapi fasilitas standar. Seperti, dapur berikut kompornya, ranjang plus kasur, meubelair, juga tangki air layak konsumsi, serta listrik. 



Sedangkan untuk keamanan pengunjung, ditangani Seksi Ketenteraman dan Ketertiban Kelurahan Amborawang Laut. Namun pesawat televisi, AC, dan kulkas tidak tersedia ujar Ardiansyah. Harga sewa vila per hari paling tinggi Rp 500 ribu, tergantung fasilitas rumah disediakan pemilik. Fasilitas lainnya di Pantai Ambalat, selain ada kolam pemancingan, juga panjang pantai yang mencapai 3 kilometer. Mulai dari arah selatan berbatasan dengan Pantai Teritip Balikpapan hingga di utara ada Tanjung Samboja. Dengan lebar pantai dari bibir pantai hingga ke laut antara 60-100 meter, katanya. Untuk dapat menikmati sensasi Pantai Ambalat, pengunjung hanya ditarik retribusi Rp 10 ribu untuk kendaran mobil dengan dua penumpang dan sepeda motor Rp 5 ribu. Lebih berkesan lagi adalah kuliner khas Ambalat, yaitu air nyiur segar dengan serutan kelapa mudanya. Kelapa muda di kawasan ini banyak dikirim ke Kota Samarinda dan Balikpapan,

Tentang Pesut Mahakam

 Tentang Pesut Mahakam Kalimantan Timur

Pesut Mahakam

Tidak seperti mamalia air lain yakni lumba-lumba dan ikan paus yang hidup di laut, pesut (Orcaella brevirostris) hidup di sungai-sungai daerah tropis. Populasi satwa langka yang dilindungi Undang-Undang ini hanya terdapat pada tiga lokasi di dunia yakni Sungai Mahakam, Sungai Mekong, dan Sungai Irawady.

Dahulu pesut pernah ditemukan di banyak muara-muara sungai di Kalimantan, tetapi sekarang pesut menjadi satwa langka. Kecuali di sungai Mahakam, di tempat ini habitat Pesut Mahakam dapat ditemukan ratusan kilometer dari lautan yakni di wilayah kecamatan Kota Bangun, kabupaten Kutai Kartanegara, Kalimantan Timur. Habitat hewan pemangsa ikan dan udang air tawar ini dapat dijumpai di perairan Sungai Mahakam, danau Jempang (15.000 Ha),  danau Semayang (13.000 Ha) dan danau Melintang (11.000Ha).

Pesut mempunyai kepala berbentuk bulat (seperti umbi) dengan kedua matanya yang kecil (mungkin merupakan adaptasi terhadap air yang berlumpur). Tubuh Pesut berwarna abu-abu sampai wulung tua, lebih pucat dibagian bawah - tidak ada pola khas. Sirip punggung kecil dan membundar di belakang pertengahan punggung. Dahi tinggi dan membundar; tidak ada paruh. Sirip dada lebar membundar. 
Pesut Air Tawar

Pesut bergerak dalam kawanan kecil. Walaupun pandangannya tidak begitu tajam dan kenyataan bahwa pesut hidup dalam air yang mengandung lumpur, namun pesut merupakan 'pakar' dalam mendeteksi dan menghindari rintangan-rintangan. Barangkali mereka menggunakan ultrasonik untuk melakukan lokasi gema seperti yang dilakukan oleh kerabatnya di laut.

Populasi hewan ini terus menyusut akibat habitatnya terganggu, terutama makin sibuknya lalu-lintas perairan sungai Mahakam, serta tingginya tingkat erosi dan pendangkalan sungai akibat pengelolaan hutan di sekitarnya. Kelestarian Pesut Mahakam juga diperkirakan terancam akibat terbatasnya bahan makanan berupa udang dan ikan, karena harus bersaing dengan para nelayan di sepanjang Sungai Mahakam.  

Sumber :: kutaikartanegara.com

Heboh Pawang Buaya di Makan Buaya Sungai Kutai Kaltim

Pawang Buaya Dimakan Buaya

Pawang Buaya diambal dari Video Mensos
Heboh dan sangat Viral Videonya dibeberapa mensos (di Busam Samarinda ). bermula dari seorang yang hilang Mangsa Buaya,  berniat ingin menolang malah di mangsa buaya tersebut.

Sebut aja namanya Supriyanto usianya kurang lebih 39, warga Muara Jawa, Kutai Kartanegera, Kalimantan Timur, yang menjadi korban kedua terkaman buaya, merupakan orang pintar, dia sering menyembuhkan penyakit yang diluar medis ( tidak wajar ) namun beberapa sumber menyebutkan supriyanto tidak lah Pawang Buaya, dia saat itu dia haya berniat untuk menolong

detik-detik hilangnya pawang buaya

Diberitakan sebelumnya, pada Jumat (15/9) kemarin, korban atas nama Arjuna berusia kurang lebih 16 tahun telah menjadi korban terkaman buaya, saat sedang berada di pinggir sungai itu. Lalu, pada Sabtu (16/9) siang tadi, pawang yang hendak menangkap buaya, malah menjadi korban keganasan buaya, Supriyanto berusia kurang lebih 39 tahun pun menjadi korban selanjutnya. Dikabarkan, tubuh Arjuna telah ditemukan, sedangkan tubuh Supriyanto belum juga ditemukan.


Masjid Islamic Center Samarinda Setiap Bangunan Jumlah Luas & Tinggi Memilik Arti Yang Luar Biasa

Masjid Islamic Center Terbesar Kedua Asia Samarinda


Kalian tidak asing lagi mendengar di telinga anda mengenai Masjid Islamic Center Samarinda kebangan kita semua, kerena  merupakan masjid terbesar kedua di Asia setelah Mesjid Istiqlal Jakarta. Terletak di kelurahan Teluk Lerong Ulu, Kota Samarinda, Kalimantan Timur dengan latar depan berupa tepian sungai Mahakam.
Yang uniknya selain terbesar kedua se Asia, setiap pembangunan dan Jumlah Luas dan Tinggi memilik arti yang luar biasa, subhanallah.


Masjid Islamic Center Samrinda  dilengkapi dengan 7 menara terdiri dari satu menara utama setinggi 99 meter terpisah dari bangunan utama masjid. Ketinggian 99 meter menara utama tersebut bermakna 99 Asmaul Husna atau 99 nama-nama Allah. Menara utama tersebut terdiri atas 15 lantai masing-masing setinggi rata-rata 6 meter. Empat menara punjuru setinggi 70 meter di bangun empat penjuru masjid ditambah dua meter gerbang yang berada disisi kiri dan kanan gerbang utama masing-masing setinggi 57 meter. Enam menara ini bermakna bermakna enam rukun iman. Selain angka 99 dan angka 6 masih ada angka 33 di masjid ini mewakili 33 biji tasbih  yang di wakili oleh jumlah anak tangga menuju lantai utama dari lantai dasar Mesjid Islamic Samarina dan Mesjid Islamic Center Samarinda mampu menampung 10.000 orang Jemaah, subhanallah Maha Besar Allah.

Selanjutnya : Sejarah Pembangunan Mesjid Agung Al-Karomah Martapura Kalimantan Selatan

Cerita Hantu Romusha Bukit Soeharto Samarinda

Cerita Hantu Romusha Bukit Soeharto Samarinda

Cerita ini adalah cerita yang  pernah dialami oleh Pak Solikan, seorang mantan pekerja kontraktor  pembuatan jalan yang menghubungkan kota Balikpapan ke Samarinda, tahun 1975. Ketika itu badan jalan tanah baru saja menembus daerah yang disebut Bukit Suharto. Para pekerja Projakal (Proyek Jalan Kalimantan) umumnya dari Samarinda dan Balikpapan. Mereka tinggal di pos-pos kerja yang dibangun tiap tiga sampai lima kilometer tepi jalan tersebut. Tiap pos dihuni lebih dari dua puluh orang.

Ketika kami pekerja bisa membuat tembus dari ujung arah Balikpapan dan arah Samarinda, kami semua  merasa gembira. Perusahaan juga melakukan selamatan di tengah jalan tembus tersebut secara sederhana dan kecil kecilan, cerita Pak Solikan. Pekerja diistirahatkan sambil memasak daging Rusa hasil hasil buruan penduduk yang dibeli oleh pihak perusahaan. Setelah dibacakan doa selamat, pekerja makan sepuasnya sambil menikmati hari libur yang diliburkan oleh perusahaan selama dua hari.
Sebelum bernama Bukit Soeharto, kawasan itu adalah sebuah hutan rimba yang cukup lebat dengan  pohon pohon besar. Karenanya banyak satwa seperti kijang, pelanduk (kancil), babi bahkan sampai banteng hutan berkeliaran, walaupun para pekerja berada disekitar mereka. Pada sore dan malam hari, di hutan itu masih terdengar suara berbagai satwa malam, seperti suara burung pungguk atau burung hantu. Penduduk sekitar Samboja ada yang mengingatkan kalau di hutan tersebut, selain memang banyak satwa liar juga ada daerah daerah angker yang penuh misteri. Hal ini dibenarkan pula oleh masyarakat Desa Loa Janan yang berdiam di tepi Sungai Mahakam atau pinggiran daerah Bukit Soeharto yang ketiika itu dikenal sebagai daerah kilometer empat puluh atau sekarang - kalau tidak salah - telah menjadi desa yang bernama Batuah.
Daerah-daerah yang disebut angker tadi bukan hanya karena disana ada beberapa jenis binatang buas jadi-jadian seperti harimau atau hantu-hantu hutan yang sering mengganggu jika ada orang yang memasuki hutan tersebut. Tetapi juga ada hal-hal aneh yang bisa dialami oleh siapapun yang berada disana. Korbannya sering ditakut-takuti bahkan ada yang hilang tak pernah ditemukan walau telah dicari selama berbulan-bulan. Kalau juga ditemukan, si korban tak jarang dalam keadaan linglung atau setengah gila, bahkan ada yang mati penasaran. Memang tak pernah ditemukan ada korban yang mati dengan tercabik cabik akibat binatang buas. Kebanyakan korban ditemukan dalam keadaan sudah tak  mengenal dirinya sendiri.

Para pekerja jalan pun ada yang menjadi korban, bahkan tewas di hutan tersebut. Namun korban para pekerja jalan tersebut kebanyakan akibbat terserang penyakit Malaria Tropika, atau badan bengkak atau penyakit kuning yang katanya terkena bisa ular hutan. Namun demikian tak satupun diantara para pekerja mengalami gangguan jiwa atau berhenti karena takut dengan keadaan alam atau cerita cerita seram tentang hutan-hutan sepanjang jalan Samarinda dan Balikpapan.Namun pada suatu ketika ada kejadian aneh yang saya alami, kata Pak Solikan yang kini telah berusia sekitar 75 tahun dan tinggal di Samboja, ikut dengan menantunya. Peristiwanya memang aneh, tapi dialaminya secara sadar. Ketika itu dia telah ditinggalkan oleh teman-teman sekerjanya pulang lebih dahulu ke pemondokan mereka yang memang tak seberapa jauh dari tempat kerja. Pak Solikan tertinggal karena membuang hajat di anak sungai.
 Saat selesai dia lalu naik ke jalan poros, menuju kearah pemondokan yang jaraknya kurang lebih dua kilometer. Waktu itu hari sudah agak mulai remang remang gelap sedikit melewati waktu senja. Mungkin waktu itu persis saatnya solat magrib. Namun karena sudah terbiasa, Pak Solikan tak merasakan apa-apa. Apalagi takut. Sering Pak Solikan sebelum pulang terlebih dahulu memeriksa atau memasang jebakan seperti jerat atau lainnya untuk menangkap hewan hutan yang bisa dimakan. Karenanya dia sering pulang malam hari baru sampai ke pemondokan.
Diantara keremangan yang masih tidak terlalu gelap dari arah depan terlihat oleh Solikan beberapa orang berjalan menuju arah berlawanan jalan dengannya. Sejenak Solikan tak merasa curiga apapun. Bahkan dia duduk pada sebuah batu di pinggir jalan sambil menggiling tembakau rokok dengan maksud mau merokok dulu.Ternyata orang yang semakin dekat dengannya berjumlah sepuluh orang. Enam diantaranya memikul  peti-peti besi dengan baju lusuh, bahkan ada yang compang- camping. Sedang empat orang lainnya berpakaian warna krem koki seragam tentara Jepang, lengkap dengan senjata dan bayonet terhunus berjalan mengiringi keenam orang yang membawa peti.
Sesampainya di depan Pak Solikan dua diantara empat tentara Jepang tersebut berhenti sambil mengarahkan senjatanya ke arah Pak Solikan sambil berbahasa Jepang yang tak dimengerti Solikan. Si Jepang rupanya paham kalau Solikan tak memahami maksudnya. Dengan isyarat dia menyuruh Solikan mengikuti mereka dengan menodong nodongkan senjata yang dibawanya.  Solikan menjadi ketakutan dan mau tidak mau terpaksa berjalan mengikuti arah yang ditunjuk si Jepang .
Sepanjang perjalanan Solikan dan rombongan tak ada yang berbicara. Mereka lalu memasuki hutan yang ada jalan setapaknya. Walau hari gelap mereka terus berjalan naik turun lembah, hingga pada akhirnya sampai ke suatu tempat yang agak lapang. Disini mereka berhenti yang lalu diperintah menggali lubang. Salah seorang dari enam orang yang mengangkut peti berbicara setengah berbisik pada pak Solikan yang mengatakan kalau mereka orang orang Jawa yang dijadikan Romusha oleh tentara Jepang. Solikan bertanya dalam bahasa Jawa, apa yang ada di dalam peti yang mereka pikul. Oleh orang tadi mengatakan tak tahu. Tetapi mungkin barang berharga yang akan disembunyikan di dalam tanah. Biasanya Mas, kalau sudah begini, mungkin kami mati di sini, kata si orang tadi sambil berbisik.
Lho, kenapa? tanya Solikan. Kami ini kan saksi yang tahu akan harta yang dipendam disini, jadi kalau kami masih hidup dan mereka kalah berperang tentu hanya kamilah yang mengetahui apa yang kami kubur. Untuk tak terbongkar rahasia ini, biasanya kami dibunuh mereka. Lalu bagaimana kalian, bisakah kalian menyelamatkan diri? tanya Solikan, berbisik sambil melirik Jepang yang berjaga dengan senjata yang terarah kepada para pekerja yang menggali lubang. Tipis rasanya kami bisa selamat Mas. Tetapi kami juga tidak mau mati sia-sia. Mas lihat saja nanti jika mereka benar benar membantai kami. Untuk itu jika terjadi sesuatu, usahakan Mas melarikan diri, sekuat mungkin kami berusaha melakukan perlawanan, kata si orang Romusha tersebut dengan pandangan penuh harap.
Kemudian dia berkata lagi;  Mas, jika terjadi sesuatu atas diri kami, tolonglah Mas ingat tempat ini. Beritahu penduduk dan ambillah kerangka tubuh kami serta kuburkanlah kami sebagaimana layaknya. Soal harta yang ada di peti-peti tersebut Mas ambil saja atau terserah pada Mas.Untuk itu Solikan hanya mengangguk diantara rasa kacau dan bingung dengan apa yang dialaminya. Ada rasa tidak percaya, tetapi dia dalam keadaan sadar dan apa yang dihadapinya adalah suatu kenyataan.
Benar  apa yang dikatakan oleh si Romusha. Usai mereka menggali lubang dan memasukkan peti-peti tersebut ke dalam lubang yang digali, mereka disuruh tetap di dalam lubang yang kemudian secara serentak keempat serdadu Jepang tadi menembaki para romusha tersebut berkali-kali. Terlihat seketika beberapa romusha tersebut terjungkal menggelepar. Namun diantara Romusha ini ada yang mampu bertahan dan melemparkan sesuatu yang tak lain adalah sebuah granat tangan  kearah orang-orang Jepang tersebut.
Orang orang Jepang tak menyadari akan hal itu. Mereka hanya dapat terkesima sejenak kemudian terjadi ledakan yang membuat keempat orang tentara Jepang tersebut mengelepar bahkan ada yang juga terjungkal ke dalam lubang, sedang yang lainnya hancur berkeping ada yang terpisah tangan dan kepala mereka. Melihat situasi yang mengerikan tersebut Pak Solikan sesuai pesan Romusha yang berbicara dengannya, secepat mungkin membuang diri kearah semak dan berlari sekuat tenaga meninggalkan tempat tersebut. Solikan terus berlari tak tentu arah sehingga pada suatu tempat dia kehabisan tenaga dan jatuh pingsan tak sadarkan diri.
Teman-teman sekerjanya kuatir. Mereka lalu pergi mencari Solikan dan baru ditemukan  di bawah sebatang pohon kayu besar dalam keadaan tak sadar. Karenanya Solikan lalu digotong dibawa pulang kepemondokan.
Setelah sadar, Solikan lalu bercerita dengan apa yang dialaminya. Dia dan kelompok pekerjanya lalu menyusuri jalan-jalan yang diceritakan Solikan. Namun hingga tengah hari lokasi yang dicari tak ditemukan. Yang jelas daerahnya benar-benar di daerah pertengahan di sekitar gunung yang sekarang ada tower Telkom yang  dikiri kanannya merupakan lembah berhutan lebat.
Usaha pencarian lokasi tersebut kembali diulang oleh Solikan dan beberapa kawannya setelah jalan sudah selesai dan beraspal, yaitu sekitar tahun 1978. Namun bagaimanapun upaya mencari tempat tersebut tetap saja sia-sia. Ternyata pengalaman Solikan ini ada pula yang membenarkan. Katanya mereka pernah melihat waktu malam hari ada beberapa orang memikul peti dan dikawal oleh tentara Jepang di jalur jalan Bukit Soeharto. Nah, bagi yang penasaran silakan mencoba bermalam di Bukit Soeharto. Barangkali bertemu Romusha dan memberi petunjuk di mana harta karun terpendam.

diambil dalam beberapa sumber http://balikpapanpustaka.blogspot.com